Hukum Perikatan
A.
Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan
berasal dari bahasa Belanda “Verbintenis” atau dalam bahasa Inggris “Binding”.
Verbintenis berasal dari perkataan bahasa Perancis “Obligation” yang terdapat
dalam “code civil Perancis”, yang selanjutnya merupakan terjemahan dari kata
“obligation” yang terdapat dalam Hukum Romawi ”Corpusiuris Civilis”. Hukum
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut
ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan
dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang
satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
B. Dasar hukum perikatan
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat
tiga
sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan
yang timbul undang-undang. Perikatan yang berasal dari undang-undang
dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia.
2. Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3. Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
C. Azas-azas Hukum Perikatan
Asas-asas
dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut
azas kebebasan berkontrak, azas konsensualisme dan Azas Pacta Sunt-Servanda.
1.
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
2.
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir
pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang
pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas
konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
3.
Azas pacta sunt-servanda berkaitan dengan kekuatan mengikatnya
perjanjian. Mengikat sebagai undang-undang memiliki makna bahwa, para pihak
yang mebuat perjanjian wajib menaati perjanjian sebagaimana mereka menaati
undangundang. Dan pihak ketiga termasuk hakim, wajib menghormati perjanjian
tersebut, juga tidak mencampuri isi perjanjian yang telah ditetapkan oleh para
pihak.
D. Wanprestasi
Wanprestasi
berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Dapat dikatakan
wanprestasi, apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan.
“Ia alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian, bila
ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat
berupa 4 (empat) macam, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya
2. Melaksanakan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikannya
tetapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukann
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi ,
dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
1. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
2. Peralihan
Risiko, Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika
terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
barang dan menjadi obyek perjanjian.
3. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian, Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan
sebelum perjanjian diadakan.
E. Hapusnya Perikatan
Hapusnya
perikatan dapat terjadi berdasarkan :
· Pembayaran
Yang
dimaksud dengan pembayaran dalam hukum perikatan adalah setiap pemenuhan
prestasi secara sukarela. Dengan dipenuhinya prestasi itu perikatan menjadi
terhapus. Pembayaran merupakan pelaksanaan perikatan dalam arti yang
sebenarnya, dimana dengan dilakukannya pembayaran ini tercapailah tujuan
perikatan/perjanjian yang diadakan.
· Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan
Jika
kreditur menolak pembayaran dari debitur, debitur dapat melakukan penawaran
pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan (consignatie). Caranya diatur pada
Pasal 1404 s.d. 1402 KUH Perdata
· Pembaharuan
utang
Pembaharuan
hutang (novasi) adalah suatu perjanjian yang menghapuskan perikatan lama,
tetapi pada saat yang sama menimbulkan perikatan baru yang menggantikan
perikatan lama.
· Penjumpaan
hutang dan kompensasi
Perjumpaan
hutang atau kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan yang
disebabkan oleh keadaan dimana dua orang saling mempunyai hutang satu terhadap
yang lain, dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan.
· Musnanya
barang yang terhutang
Jika
barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tidak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, sehingga sama sekali tidak diketahui apakah barang
itu masih ada, perikatan menjadi hapus asal saja musnah atau hilangnya barang
itu bukan karena kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Alumni,1996.
KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, Bandung.
Badrulzaman,
Mariam Darus dkk, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, bandung Citra Aditya Bakti.
Elips,
1998. Kerangka Dasar Hukum Perjanjian, dalam Hukum Kontrak Indonesia, Jakarta.
Harahap,
M.Yahya, 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
https://baak.gunadarma.ac.id/
Komentar
Posting Komentar